Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah artikel tulisan teman saya yang mengulas tentang keadaan masyarakat Manado yang, meminjam istilahnya, telah terkena fenomena policy myopia atau rabun jauh kebijakan.

Saya jadi ingat cerita Maria dan Marta. Setiap kita mendiskusikan bagian cerita ini, kita selalu cenderung untuk menghakimi Marta, bahwa apa yang diperbuatnya tidak berkenan kepada Tuhan. Sehingga ketika berbicara tentang Maria dan Marta, kita seperti berbicara tentang Bawang Putih dan Bawang Merah. Yang satu benar dan yang lain salah.
Padahal, secara jelas dalam Alkitab tidak tertulis bahwa Tuhan menyatakan apa yang diperbuat Marta salah. Yang dinyatakan Tuhan adalah bahwa Marta kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara.
Berkenaan dengan cerita itu, saya sepenuhnya yakin bahwa bukan karena Marta tidak mengenal Tuhan maka dia sibuk dan bersusah-susah melayani. Tapi karena dia terlalu kenal siapa Yesus itu, maka dia begitu ingin menyenangkan hatiNya dengan cara sibuk melayaniNya. Kita pun pasti juga demikian jika seseorang yang penting yang kita kenal baik datang berkunjung kerumah kita. Pasti yang terbaik yang ada di dapur ingin kita persembahkan bagi tamu terhormat tersebut.
Namun pada akhirnya, yang dilihat Tuhan bukan pelayanan yang diberikan Marta, melainkan keinginan Maria untuk terus menemani Yesus dan berbincang-bincang denganNya.
Kembali ke rabun jauh keKristenan. Mengapa saya mengambil istilah ini?? Karena ada begitu banyak, mungkin juga saya salah satunya, yang menganggap keKristenan akan terpraktekan dengan baik, jika kita banyak melayani, aktif dalam pelayanan, dan punya segudang agenda kegiatan berbasiskan kerohanian. Akhirnya tanpa sadar, kita pun adalah gambaran kehidupan Marta masa kini. Saya tidak bermaksud menihilkan arti pelayanan dan kegiatan-kegiatan pelayanan yang ada. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa terlepas dari segudang aktifitas rohani kita, yang terpenting adalah duduk diam di kaki Bapa, berdiam diri dalam hadiratNya, dan mengambil waktu hening pribadi bersamaNya. Jangan sampai hadir di gereja, memimpin ibadah, dan melakukan perkunjungan-perkunjungan diakonal, menjadi rutinitas kehidupan semata. Karena bila demikian adanya, maka pada akhirnya kita menjadi seperti jemaat di Efesus (Why. 2:1-7), yang walaupun berjerih payah dan tekun dalam pelayanan Tuhan, namun Allah mencela mereka, karena mereka telah meninggalkan kasih mereka yang semula (Why. 2:4).
Mari kita selidiki lagi kehidupan keKristenan kita. Bila kau dapati hidupmu mengidap rabun jauh keKristenan, belum terlambat untuk ber[t]obat pada Allah.
Dia masih membuka pintu seluas-luasnya untuk perubahan kita, sebelum semuanya tak ada gunanya.....
"Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Mat. 7:22-23)
Gambar diambil dari sini.
Gambar diambil dari sini.
No comments:
Post a Comment